SUARA ‘Bu Guru’ Siti Masyitoh hampir tak terdengar ditelan gemuruh celoteh murid-muridnya. Maklumlah ruangan seluas sekitar 8x10 meter itu dipenuhi lebih dari 40 anak-anak kelas nol kecil, berumur 3-4 tahun.
Tingkah anak-anak itu pun macam-macam. Ada yang serius mengikuti instruksi Masyitoh untuk menyebutkan nama harihari. Ada yang sibuk mengobrol. Ada juga yang asyik berlarian. Ny Ncun yang menemani Masyitoh mengajar hanya tersenyum menyaksikan tingkah polah anak-anak itu.
Tiga orang ibu terlihat nongkrong di depan kelas menunggui anaknya. Sebagian lagi melongok dari jendela. Sisanya yang lebih banyak, mengobrol di emperan gedung karawitan di Kampung Belakang, RT 009/RW 3, Kelurahan Kamal, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, yang menjadi tempat anak-anak itu belajar.
Anak-anak itu terlihat menikmati belajarnya. Sebagian mereka mengenakan seragam olahraga berwana hijau, sebagian lagi berpakaian bebas. Walaupun mereka tinggal di Kota Jakarta, ‘sekolah’ mereka jauh dari memadai. Tak banyak alat peraga seperti yang biasa ditemui di taman kanak-kanak (TK) umumnya. Juga tidak ada lahan bermain yang berisi ayunan, prosotan, ataupun jungkatjungkit.
Guru-guru pun tidak berlatar belakang pendidikan khusus. Tenaga pengajar terdiri atas tujuh orang pengurus Posyandu yang berasal dari warga sekitar. Mereha hanya pernah ditatar tentang pendidikan anak usia dini di tingkat wali kota. ‘’Yang mengajar di sini semua ya kader Posyandu, semua sukarelawan,’’ kata Rolia Bakir, Ketua Posyandu Hanifa.
Menurut Rolia, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Hanifa, itu baru berdiri sekitar tiga bulan lalu. Semula kegiatan Posyandu hanya untuk menyangkut bidang kesehatan untuk balita dan ibu. Namun, kemudian ada tuntutan agar anak-anak usia prasekolah juga diberikan kegiatan. Gayung bersambut, kegiatan itu didukung pihak kelurahan dan wali kota.
Tingkah anak-anak itu pun macam-macam. Ada yang serius mengikuti instruksi Masyitoh untuk menyebutkan nama harihari. Ada yang sibuk mengobrol. Ada juga yang asyik berlarian. Ny Ncun yang menemani Masyitoh mengajar hanya tersenyum menyaksikan tingkah polah anak-anak itu.
Tiga orang ibu terlihat nongkrong di depan kelas menunggui anaknya. Sebagian lagi melongok dari jendela. Sisanya yang lebih banyak, mengobrol di emperan gedung karawitan di Kampung Belakang, RT 009/RW 3, Kelurahan Kamal, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, yang menjadi tempat anak-anak itu belajar.
Anak-anak itu terlihat menikmati belajarnya. Sebagian mereka mengenakan seragam olahraga berwana hijau, sebagian lagi berpakaian bebas. Walaupun mereka tinggal di Kota Jakarta, ‘sekolah’ mereka jauh dari memadai. Tak banyak alat peraga seperti yang biasa ditemui di taman kanak-kanak (TK) umumnya. Juga tidak ada lahan bermain yang berisi ayunan, prosotan, ataupun jungkatjungkit.
Guru-guru pun tidak berlatar belakang pendidikan khusus. Tenaga pengajar terdiri atas tujuh orang pengurus Posyandu yang berasal dari warga sekitar. Mereha hanya pernah ditatar tentang pendidikan anak usia dini di tingkat wali kota. ‘’Yang mengajar di sini semua ya kader Posyandu, semua sukarelawan,’’ kata Rolia Bakir, Ketua Posyandu Hanifa.
Menurut Rolia, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Hanifa, itu baru berdiri sekitar tiga bulan lalu. Semula kegiatan Posyandu hanya untuk menyangkut bidang kesehatan untuk balita dan ibu. Namun, kemudian ada tuntutan agar anak-anak usia prasekolah juga diberikan kegiatan. Gayung bersambut, kegiatan itu didukung pihak kelurahan dan wali kota.
Saat pertama PAUD Hanifa berdiri, anak-anak hanya masuk tiga kali seminggu. Namun, sejak awal Juni belajar sudah dilaksanakan setiap hari, kecuali Sabtu dan Ahad. Peminatnya pun banyak. Tercatat ada 103 anak yang belajar di PAUD Hanifa. Mereka dibagi menjadi dua kelas. Kelas nol besar belajar pukul 07.00 hingga 09.00 WIB.
Sedangkan ke las nol kecil masuk pukul 09.00 hingga 11.00 WIB. ‘’Yang belajar di sini hanya dari keluarga tidak mampu. Kita tidak menerima mereka yang mampu ekonominya,’’ kata Rolia.
Rolia menambahkan, adanya PAUD Hanifa sangat membantu warga untuk bisa menyekolahkan anak-anaknya. Biaya masuk dan pendidikan di PAUD Hanifa gratis. Sebelumnya, karena keterbatasan yang ada, banyak anakanak di Kampung Belakang tak bisa menikmati pendidikan usia dini. ‘’Sebenarnya di sini ada juga TK, tapi banyak yang tidak kuat membayar uang pangkal dan bulanannya, akhirnya mereka tidak sekolah.’’
Hindun, salah seorang warga mengaku gembira dengan adanya PAUD Hanifa. ‘’Kalo nggak begini mana bisa kita nyekolahin anak. Boroboro untuk bayar sekolah, buat harihari saja susah,’’ tuturnya.
Ibu satu anak itu mengatakan, untuk seragam olahraga, orang tua murid ditarik iuran Rp 22.500. Jumlah itu dibayar dengan cara mencicil. ‘’Kadang sehari Rp 500, kadang juga seribu, jadi nggak memberatkan.’’
Rolia berharap kelak PAUD Hanifa bisa setara dengan TK-TK lainnya. Mereka punya kelebihan bisa menyelenggarakan PAUD dengan cara swadaya. Namun, dukungan belum memadai. Selama ini kebutuhan buku anak-anak dan alat peraga disubsidi oleh wali kota.
Sedangkan untuk operasional ada subsidi dari kelurahan. ‘’Kita maunya nanti bisa ada guru sendiri. Pokoknya berkembanglah bisa lebih maju lagi. Mudah-mudahan ada yang membantu,’’ tutur Rolia.
Letak Kampung Belakang sangat terisolir. Lokasi itu terputus dari ‘dunia luar’ oleh jalan tol Prof Dr R Sediatmo yang menuju ke Bandara Soekarno-Hatta. Menurut Lurah Kamal, Syamsuri, selain lokasinya yang terisolir, penduduknya umumnya berasal dari kalangan yang tidak mampu. Mata pencaharian mereka kebanyakan adalah petani ladang dan buruh.
Kegiatan Posyandu Hanifa dengan PAUD-nya ini, kata Syamsuri, sangat efektif untuk menjangkau pendidikan anak-anak usia pra sekolah terutama dari kalangan tidak mampu. Dia tidak menyebut berapa banyak anak-anak di Kelurahan Kamal yang belum tersentuh pendidikan prasekolah. Namun menurutnya, Posyandu Hanifa bisa dijadikan model bagi pelaksanaan pendidikan usia dini.
Selain Hanifa, di Kelurahan Kamal ada tiga PAUD lainnya. Yakni, di RW 4,5, dan 6. Senada dengan Rolia, Syamsuri juga menginginkan agar kegiatan PAUD ditingkatkan sehingga bisa setara dengan taman kanak-kanak biasa.
Pengamat pendidikan Arief Rachman menyambut kegiatan warga melalui Posyandu yang menyelenggarakan PAUD. Apalagi PAUD itu menurutnya kini sudah merupakan gerakan dunia yang menekankan penanaman akhlak yang
baik, berkomunikasi yang baik, berbahasa, dan berteman. ‘’Makin banyaknya taman bermain itu sangat baik, asal saja kegiatannya terarah,’’ kata Arief.
Direktur Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah (PLS), Gutama, mengatakan pemerintah memang sudah melihat potensi Posyandu sebagai penyelenggara PAUD. ‘’Karena itu bersama PKK kita akan memperkuat Posyandu ini.’’ katanya.
Di Posyandu, kata Gutama, selama ini sudah ada penyuluhan soal gizi, kesehatan, ibu, dan anak. ‘’Untuk pendidikan kan menjadi konsennya Diknas. Jadi kita masuk di sini.’’
Angka nasional untuk PAUD belum terlalu menggembirakan. Dari 28 juta anak umur 0-6 tahun, baru 27 persen atau sekitar 7,5 juta anak, yang sudah memperolehnya pendidikan usia dini. Sedangkan 73 persen atau sekitar 20,4 juta anak belum mendapatkannya. Hingga tahun 2009 nanti, kata Gutama Diknas menargetkan peningkatan PAUD mencapai 17,3 juta. Tahun 2006 ini diharapkan terjadi kenaikan 12,5 persen atau menjadi 11 juta anak. ‘’Posyandu bisa berperan besar untuk meningkatkan pendidikan anak usia dini,’’ kata Gutama menandaskan.
Sumber : (http://www.pnfi.depdiknas.go.id/publikasi/read/20070611140608/Posyandu-Harapan-Pendidikan-Anak-Usia-Dini.html)
Sedangkan ke las nol kecil masuk pukul 09.00 hingga 11.00 WIB. ‘’Yang belajar di sini hanya dari keluarga tidak mampu. Kita tidak menerima mereka yang mampu ekonominya,’’ kata Rolia.
Rolia menambahkan, adanya PAUD Hanifa sangat membantu warga untuk bisa menyekolahkan anak-anaknya. Biaya masuk dan pendidikan di PAUD Hanifa gratis. Sebelumnya, karena keterbatasan yang ada, banyak anakanak di Kampung Belakang tak bisa menikmati pendidikan usia dini. ‘’Sebenarnya di sini ada juga TK, tapi banyak yang tidak kuat membayar uang pangkal dan bulanannya, akhirnya mereka tidak sekolah.’’
Hindun, salah seorang warga mengaku gembira dengan adanya PAUD Hanifa. ‘’Kalo nggak begini mana bisa kita nyekolahin anak. Boroboro untuk bayar sekolah, buat harihari saja susah,’’ tuturnya.
Ibu satu anak itu mengatakan, untuk seragam olahraga, orang tua murid ditarik iuran Rp 22.500. Jumlah itu dibayar dengan cara mencicil. ‘’Kadang sehari Rp 500, kadang juga seribu, jadi nggak memberatkan.’’
Rolia berharap kelak PAUD Hanifa bisa setara dengan TK-TK lainnya. Mereka punya kelebihan bisa menyelenggarakan PAUD dengan cara swadaya. Namun, dukungan belum memadai. Selama ini kebutuhan buku anak-anak dan alat peraga disubsidi oleh wali kota.
Sedangkan untuk operasional ada subsidi dari kelurahan. ‘’Kita maunya nanti bisa ada guru sendiri. Pokoknya berkembanglah bisa lebih maju lagi. Mudah-mudahan ada yang membantu,’’ tutur Rolia.
Letak Kampung Belakang sangat terisolir. Lokasi itu terputus dari ‘dunia luar’ oleh jalan tol Prof Dr R Sediatmo yang menuju ke Bandara Soekarno-Hatta. Menurut Lurah Kamal, Syamsuri, selain lokasinya yang terisolir, penduduknya umumnya berasal dari kalangan yang tidak mampu. Mata pencaharian mereka kebanyakan adalah petani ladang dan buruh.
Kegiatan Posyandu Hanifa dengan PAUD-nya ini, kata Syamsuri, sangat efektif untuk menjangkau pendidikan anak-anak usia pra sekolah terutama dari kalangan tidak mampu. Dia tidak menyebut berapa banyak anak-anak di Kelurahan Kamal yang belum tersentuh pendidikan prasekolah. Namun menurutnya, Posyandu Hanifa bisa dijadikan model bagi pelaksanaan pendidikan usia dini.
Selain Hanifa, di Kelurahan Kamal ada tiga PAUD lainnya. Yakni, di RW 4,5, dan 6. Senada dengan Rolia, Syamsuri juga menginginkan agar kegiatan PAUD ditingkatkan sehingga bisa setara dengan taman kanak-kanak biasa.
Pengamat pendidikan Arief Rachman menyambut kegiatan warga melalui Posyandu yang menyelenggarakan PAUD. Apalagi PAUD itu menurutnya kini sudah merupakan gerakan dunia yang menekankan penanaman akhlak yang
baik, berkomunikasi yang baik, berbahasa, dan berteman. ‘’Makin banyaknya taman bermain itu sangat baik, asal saja kegiatannya terarah,’’ kata Arief.
Direktur Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah (PLS), Gutama, mengatakan pemerintah memang sudah melihat potensi Posyandu sebagai penyelenggara PAUD. ‘’Karena itu bersama PKK kita akan memperkuat Posyandu ini.’’ katanya.
Di Posyandu, kata Gutama, selama ini sudah ada penyuluhan soal gizi, kesehatan, ibu, dan anak. ‘’Untuk pendidikan kan menjadi konsennya Diknas. Jadi kita masuk di sini.’’
Angka nasional untuk PAUD belum terlalu menggembirakan. Dari 28 juta anak umur 0-6 tahun, baru 27 persen atau sekitar 7,5 juta anak, yang sudah memperolehnya pendidikan usia dini. Sedangkan 73 persen atau sekitar 20,4 juta anak belum mendapatkannya. Hingga tahun 2009 nanti, kata Gutama Diknas menargetkan peningkatan PAUD mencapai 17,3 juta. Tahun 2006 ini diharapkan terjadi kenaikan 12,5 persen atau menjadi 11 juta anak. ‘’Posyandu bisa berperan besar untuk meningkatkan pendidikan anak usia dini,’’ kata Gutama menandaskan.
Sumber : (http://www.pnfi.depdiknas.go.id/publikasi/read/20070611140608/Posyandu-Harapan-Pendidikan-Anak-Usia-Dini.html)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar