Senin, 25 Mei 2009

Kebijakan Pemerintah Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus

Dr. Drs. H. Ahmad Darmadji, M.Pd menyampaikan makalahnya dalam Seminar dengan tema "Kebijakan Pemerintah Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus yang diselenggarakan oleh Program Studi Pendidikan Islam FIAI UII di Aula Kampus FIAI UII. Dalam UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat disebutkan bahwa “setiap penyandang cacat mempunyai hak yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan”. Tentunya aspek-aspek tersebut mencakup pula aspek pendidikan yang menjadi kebutuhan semua orang.


Terkait dengan peluang untuk memperoleh pendidikan, UU Nomor 20 Tahun 2003 tenyang Pendidikan Nasional dalam pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Pada pasal 5 ayat 2 warga Negara yang mempenyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.


Penjelasan tentang pendidikan khusus ini disebutkan pada pasal 32 ayat 1, pendidikan merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelaianan fisik, emosional, mental, sosial, dan atau memiliki potensi kecerdasan.

Meskipun demikian pada pasal 51 dijelaskan bahwa anak penyandang cacat fisik dan atau mental diberikan kesempatan bersama dalam aksebilitas dalam memperoleh pendidikan biasa. Pasal ini member peluang pada anak yang penyandang cacat fisik (anak kebutuhan khusus) untuk memilih mengikuti pendidikan khusus sebagaimana disebutkan pada pasal 5 ayat 2 atau mengikuti pendidikan sebagaiman anak-anak yang biasa (tidak cacat).

Jika ditelusuri sebenarnya persoalan yang sering dijumpai, kendala akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus ini bukan karena faktor kecacatannya yang disandang, tetapi lebih pada faktor diluar penyandang cacat itu sendiri. Meskipun secara yuridis telah ada peraturan yang mengatur dan memberikan peluang akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus ini, tetapi peluang itu belum sepenuhnya dapat dinikmati oleh para penyandang cacat.

Pada era otonomi daerah kewenangan dibidang pendidikan berada ditangan daerah, itu artinya memperdayakan potensi penyandang cacat tuna netra merupakan hak untuk pemerintah daerah untuk melaksanakannya bagi daerah khususnya DIY. Hal ini bukan merupakan tugas ringan dan tidak mengkin dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Pemerintah daerah perlu melakukan adaptasi terhadap program yang sudah ada sebelumnya dan juga harus melakukan inovasi program agar penyandang cacat terfasilitasi dengan baik sebagaimana warga masyarakat pada umumnya.

Langkah Antisipatif
Banyak persoalan di sekitar layanan bagi anak berkebutuhan khusus untuk dapat mengakses pendidikan. Dan tentu saja, persoalan tersebut tidak dapat terselesaikan dalam waktu singkat, namun harus dilakukan dengan tahapan yang sistematis. Meskipun bukan sebuah solusi yang cepat, tetapi bebrapa langkah berikut dapat membantu anak dengan kebutuhan khusus untuk lebih cepat mengakses layanan pendidikan:
1. Membuat aturan regulasi UU yang terkait dengan penyediaan layanan bagi anak-anak berkebutuhan khusus
2. Mengalokasikan dana khusus dari APBN ataupun APBD bsgi pendidikan khusus anak berkebutuhan khusus
3. Memberikan dukungan bagi tersedianya secara lebih luas berbagai informasi untuk para penyandang cacat misalnya untuk penyandang cacat tuna netra seperti jasa layanan yang lebih diperluas dalam bentuk naskah berhuruf braile, kaset audio, computer suara, voice synphesizer untuk para tuna netra, penyediaan jasa layanan pembacaan, pelatihan dalam menggunakan alat peralatan braile dan competer suara, dorongan bagi produksi informasi dalam bentuk disket, huruf cetak, ukuran besar dan kontras tajam serta dengan tanda-tanda yang mudah diraba jari tangan, peningkatan tersedianaya alat peralatan bantu bagi warga yang kurang lihat (LOWVISIOM) yang terjangkau harganya.
4. Penyediaan sarana umum pendidikan yang dapat diakses secara mandiri oleh anak berkubutuhan khusus misalnya perpustakaan dan gedung kualiah
5. Mendorong adanya empati bagi para pembuat kebijakan terhadap mereka yang berkebutuhan khusus.



Sumber : (http://fis.uii.ac.id/index.php?/Kebijakan-Pemerintah-Pelayanan-Pendidikan-Bagi-Anak-Berkebutuhan-Khusus.html)

Tidak ada komentar: